Pada mulanya Sejarah Desa Tesbatan tidak terlepas dari cerita sejarah Amarasi adalah sebuah kerajaan tradisional di Timor Barat, saat ini menjadi wilayah Indonesia. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam sejarah politik Timor selama abad ke-17 dan 18, menjadi Negara klien dari Hindia Belanda.
Asal usul Amarasi diceritakan dalam berbagai legenda. Versi tertua mengatakan bahwa garis dinasti kerajaan ini berasal dari Wehali. Salah satu anggota keluarga, Nafi Rasi, secara tidak sengaja memecahkan mangkuk berharga dan terpaksa melarikan diri karena kemarahan saudaranya. Bersama para pengikutnya, ia pergi ke Beboki-Insana di bagian utara dari Wehali, dan kemudian ke pantai selatan Timor Barat.
Ditempat tersebut ia mendirikan sebuah kerajaan dengan bantuan senjata api yang telah diperoleh di Beboki-Insana. Kelompok penjelajah dari Belu tiba dan meningkatkan kekuatan dari Nafi Rasi. Meskipun berasal dari Belu, penduduk daerah ini termasuk dalam kelompok Atoni, berbicara menggunakan dialek Dawan.
Sumber-sumber Eropa mengkonfirmasi bahwa Amarasi merupakan kerajaan kuat di Timor Barat pada awal abad ke-17. Kerajaan ini dipengaruhi oleh agama Katholik melalui misionaris Dominika di 1630-an, dan ternyata menjadi Negara klien penting untuk Portugal. Akibatnya, Amarasi melawan Perusahaan Hindia Belanda (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC), yang berusaha untuk memperluas kekuasaannya di Timor karena tertarik dengan cendana yang memiliki nilai komersial. Ekspedisi Belanda yang berukuran cukup besar dipimpin oleh Arnold de Vlaming van Oudshoorn (1656) dikalahkan oleh Amarasi dan Portugal.
Selama hampir satu abad setelah peristiwa ini, Amarasi tetap menjadi bawahan Portugal, melawan Negara klien VOC di Timor khususnya di daerah Kupang. Pertempuran ini berupa peperangan skala kecil. Amarasi sebenarnya dihitung sebagai salah satu bukti kekuasaan Portugal di Timor pada era ini.
Pada tahun 1749, tentara Amarasi dipaksa untuk berpartisipasi dalam perang skala besar yang dipimpin oleh Portugal menghadapi Belanda di Kupang. Dalam pertempuran Penfui, Portugal dipukul mundur oleh pasukan VOC, sementara Amarasi melarikan diri dari lapangan pertempuran dan kemudian diserahkan ke VOC. Dalam waktu singkat, pada tahun 1752, Amarasi berusaha untuk menarik diri dari Belanda dan kembali bergabung dengan Portugal. Namun, kerajaan ini dikalahkan oleh Negara klien Belanda lainnya, raja Amarasi dipaksa memeluk agama Protestan agar terbebas dari pemenjaraan. Sebagian besar rakyat dibunuh atau diperbudak. Sisa penduduk Amarasi diperbolehkan menetap di tanah mereka setelah beberapa tahun. Dari titik ini, kerajaan ini tetap dalam kekuasaan Belanda sampai tahun 1940-an. Perlawanan terhadap Belanda oleh raja (uispah) Amarasi Don Alfonzo Koroh berlangsung dalam dua gelombang (1749-1752). Belanda membalas serangan Amarasi pada tahun 1843 dimana Don Alfonzo Koroh kalah dalam perang Penfui ini. Ia dengan terpaksa memeluk agama Kristen Protestan. Doko mencatat bahwa pada tahun 1847 Belanda menempatkan seorang Posthounder di Baun untuk mengawasi raja dan masyarakatnya yang telah beralih dari Katolik ke Kristen Protestan.
Kekalahan perang, yang diikuti dengan pemaksaan untuk menerima dan memeluk agama Kristen Protestan ini kemudian digambarkan dalam satu motif tenun ikat di Amarasi yang terkenal yaitu, Koroh Natiik Maria. Terjemahan harafiahnya adalah, Koroh tendang Maria. Maknanya, raja Amarasi sebagai representasi masyarakat wilayah Amarasi agama Katolik melepaskannya dan beralih menjadi pemeluk agama Kristen Protestan.
Pada tahun-tahun pertama setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, kerajaan Amarasi bertahan dengan status swapraja, sampai tahun 1962, ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia menghapuskan bentuk-bentuk pemerintahan tradisional diwilayah ini. Hari ini Amarasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Kupang, dan terbagi dalam kecamatan Amarasi, Amarasi Barat, Amarasi Selatan, dan Amarasi Timur. Pusat kerajaan di desa Baun, tempat kediaman terakhir dari raja Amarasi masih dapat di temui. Raja-raja Amarasi Nai rasi Uf, Nai Ras, Tus Rasi, Sif Rasi, Fo Rasi, Tu Rasim Muni Rasi, Nai soti, Esu Rasi, Kiri Rasi, Muni Rasi, Koroh Rasim Muni Obe, Tefa Koroh, Kefi Rasi, Obe Koroh, Rasi Koroh, Taku Obe, Rasih Koroh, Isak Koroh, Alex Koroh, H.A. Koroh, Feki Koroh.
Dari cerita sejarah Amarasi diatas, maka Amarasi merupakan sebuah kerajaan atau swapraja yang ber ibu kota di Teunbaun, diperintah oleh Raja-raja dari Dinasti “nai rasi uf“ yang bergelar “Teun- baun Tuan”. Wilayah kerajaan Amarasi dibagi atas 3 kefetoran, yaitu kefetoran “Enno ber ibu kota di Oekabiti, kefetoran Tasi-Nono ber ibu kota di Buraen dan kefetoran Ruan-tnan ber ibu kota di Baun.
Pada mulanya sebelum terbentuk menjadi Desa, Pemerintahan saat itu masih bersifat swapraja (pemerintahan berdasarkan keturunan) dan pada saat itu kepala kepemimpinannya dipimpin oleh seorang temukung. Pada waktu swapraja, kepemimpinan masih ada pada satu lingkungan yang kecil, dan terdiri dari 4 (empat) ketemukungan yakni :
- Temukung Knufa : Bidjae, Asone, Sniut, Tabun, Reinnamah, Mna’o, Masneno.
- Temukung Oebat : Nestano, Pae, Manunaijabi, Fina.
- Temukung Tubu : Nubatonis, Ataupah, Reobisa, Mnahonin, Rini, Fora
-
Temukung Bena : Reinnati, Bidjae, Noti, Haumeni, Tanu (1971)
Pada Tahun 1958 setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT, maka terjadi perubahan sebutan Tamukung menjadi Desa. Syarat untuk membentuk sebuah Desa adalah Temukung yang memiliki jumlah pemilih sebanyak 500 jiwa.
Nama Desa diberi nama Tesbatan yang terdiri dari 2 (dua) suku kata yakni Tes artinya Tongkat dan Batan artinya Turun Temurun. Jadi Tesbatan artinya Tongkat Turun Temurun.
Pada tahun yang sama, yakni tahun 1958 terbentuklah Kabupaten Kupang, dimana pada saat itu W.C.H. Oematan ditunjuk menjadi Bupati Kupang atau disebut Bistir. Selama masa kepemimpinannya, terjadilah perubahan dan perombakan-prombakan, baik kedudukan Kesel (Raja) menjadi Kecamatan, Fetor menjadi Perwakilan dan Temukung menjadi Desa. Mengingat jumlah jiwa pada Ketemukungan kurang maka digabungkanlah 4 temukung menjadi sebuah Desa sebagai syarat untuk membentuk sebuah Desa gaya baru.
Pada Tahun 1968 musyawarah penunjukan Kepala Desa Tesbatan Pertama yang dipimpin oleh Thomas Bidjae mulai Tahun 1968 – 1976, beliau memimpin untuk 4 (empat) ketemukungan yakni :
- Temukung Knufa : Bidjae, Asone, Sniut, Tabun, Reinnamah, Mna’o, Masneno.
- Temukung Oebat : Nestano, Pae, Manunaijabi, Fina.
- Temukung Tubu : Nubatonis, Ataupah, Reobisa, Mnahonin, Rini, Fora
- Temukung Bena : Reinnati, Bidjae, Noti, Haumeni, Tanu (1971)
Pada tahun 1976 dilanjutkan dengan Kepala Desa ke-2 (dua) Said Horsan, beliau mulai memimpin dari tahun 1976 – 1989.
Pada tahun 1989 dilanjutkan dengan kepala Desa Tesbatan ke-3 (tiga) Muchsin Masneno, beliau mulai memimpin Tahun 1989 – 2002.
Pada tahun 2003 dilanjutkan dengan Kepala Desa Tesbatan ke-4 (empat) Dominggus Mna’o, beliau memimpin selama 2 periode yakni dari tahun 2003 – 2014, dan pada bulan Januari 2004 terjadi pemekaran Desa Tesbatan menjadi Desa Tesbatan dan Tesbatan II.
Pada bulan Januari 2015 dilanjutkan dengan Penjabat Kepala Desa Tesbatan “ Benedectus Reinnamah “, beliau menjabat selama 1,5 tahun yakni bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juli 2016. Dilanjutkan dengan penjabat Kepala Desa Tesbatan “ Dina Masneno, S.Pd “, beliau mulai menjabat dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2016.
Pada tahun 2016 dilanjutkan dengan kepala Desa Tesbatan terpilih ke-V (lima) “ Yonatan Fina “, beliau mulai menjabat dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Desember 2022, dilanjutkan dengan penjabat Kepala Desa Tesbatan “Remi Seprianus Tunliu“, mulai menjabat dari bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2022.
Pada tahun 2023 dilanjutkan dengan Kepala Desa Tesbatan terpilih ke-VI (enam) “ Hamamah Horsan “, beliau mulai menjabat dari tahun 2023 sampai saat ini, dan akan berakhir pada tahun 2028.
Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa di bantu oleh seorang Sekretaris Desa, 2 (dua) orang Kepala Urusan, 2 (dua) orang Kepala Seksi, 4 (empat) orang Kepala Dusun, dan 1 (satu) orang Staff Desa.
Masyarakat di Desa Tesbatan terdiri dari beberapa agama yakni agama Islam dan Kristen (Kristen 75% dan Islam 25%).
Bahasa yang digunakan di daratan Amarasi terbagi atas 2 (dua) bahasa yakni: - Dawan Kotos, dan Dawan Rois.
Jadi di Desa Tesbatan menganut bahasa Dawan Kotos, sedangkan yang menganut bahasa Dawan Ro’is yakni Amarasi bagian Selatan, dan Amarasi bagian Barat. Itulah yang membedakan antara Tesbatan dan Amarasi bagian Selatan dan Amarasi bagian Barat.
Kirim Komentar